penggunaan teori maqashid syariah hifdz diin dalam skripsi
B. Arab
dirna1739
Pertanyaan
penggunaan teori maqashid syariah hifdz diin dalam skripsi
1 Jawaban
-
1. Jawaban izmaylup
Kompleksitas ranah historis manusia dengan berbagai wacana, model, dan aktivitas yang mengitarinya yang setiap hari berubah dan bahkan tampak pelik seakan tidak tertampung dalam nilai/norma hukum yang ada dalam nash (Qur’an-Sunnah) saat ini. Tatanāhā al-nushus walā tatanāhā al-waqā‘i (wahyu sudah tidak lagi diturunkan, sementara peristiwa/kebutuhan hukum terus berkembang) sehingga mengharuskan para mujtahid (cendikiawan/pakar hukum) untuk dapat melakukan ijtihad dalam rangka pembaharuan (reformasi) terhadap hukum itu sendiri.
Pemikiran fiqih Islam secara preskriptif ini bertujuan menggali norma-norma Islam dalam tatanan das sollen, yaitu norma-norma yang dipandang ideal untuk dapat mengatur tingkah laku manusia dan menata kehidupan bermasyarakat yang baik.[1]
Menurut istilah Harold J. Berman[2] perubahan hukum menunjukan pada pengertian bahwa hukum selalu mengalami pertumbuhan. Dalam pertumbuhannya, hukum berinteraksi dengan sektor-sektor kehidupan sosial manusia secara sistemik.[3]
Di antara para pemikir muslim kontemporer yang menaruh concern pada reformasi atau perubahan hukum dalam kerangka berfikir filsafat hukum Islam (usul al-fiqh) adalah Jasser Auda, yang menggunakan maqashid syari’ah sebagai basis pangkal tolak filosofi berpikirnya dengan menggunakan pendekatan sistem sebagai metode berfikir dan pisau analisisnya.[4] Al- Maqashid adalah sistem sekaligus pendekatan yang dinamis dalam hukum Islam.[5]
Kegelisahan intelektual Jasser Auda juga terkait dengan ketidak berdayaan hukum Islam yang dirumuskan para ulama dalam fiqh klasik dinilai sudah tidak relevan untuk menjawab tantangan zaman dan perkembangan kemajuan modern. Pendekatan holistik-humanistik[6] dalam filsafat sistemnya merupakan grand desain dari metode-metode yang ia sarankan.
Pembaharuan terhadap maqashid syari’ah sebagai suatu metode istinbath hukum melalui sebuah terobosan hukum yang disebutnya dengan pendekatan filsafat sistem dianggap sebuah metode yang kini penting untuk dilirik oleh para ulama ushul di abad neo postmodern saat ini. Inilah yang menjadi titik tolak pemikiran hukum islam Jasser Auda makin kukuh dan memanjang dari horison kesetaraan religius (musawwah diniyah) ke arah horizon kesetaraan sosial (musawwah ijtima’iyah).
Menurut Jasser Auda konsep maqashid syariah kontemporer tidak lagi berkutik kepada penjagaan (hifdz) semata melainkan lebih kepada pengembangan terhadap panca lima maqashid syari’ah.
Hukum Islam bagi Jasser Auda harus mampu memberikan jawaban atas problem kontemporer khususnya permasalahan-permasalahan sosial kemanusiaan. Bukan justru berseberangan sebagaimana akhir-akhir ini wajah Islam ditampilkan dengan wajah terorisme, gemar berperang, saling bermusuhan, tidak toleran, fanatik dan fundamentalis serta terkesan bahwa kualitas hidup atau sumber daya umat Islam dengan tingkat capaian Human Developmen Indexs (HDI) yang rendah.
Pendekatan sistem oleh Auda dilakukan melalui beberapa langkah yaitu: pertama, mem-valid-kan semua pengetahuan, kedua, menggunakan prinsip-prinsip holistik, ketiga, keberanian membuka diri dan melakukan pembaharuan, keempat, mengukur qat’i dan ta’arud dari sisi ketersediaan bukti pendukung dan penentuan skala prioritas berdasarkan kondisi sosial yang ada bukan dari verbalitas teks-teks keagamaan, dan kelima, mengambil maqashid (Tujuan utama disyari’atkan hukum Islam terhadap mukallaf) sebagai metode penetapan hukum Islam.[7]
Langkah-langkah di atas dioptimalkan Jasser Auda sebagai pisau analisis ke dalam enam dimensi yaitu: Dimensi kognisi dari pemikiran keagamaan (cognition), kemenyeluruhan (wholeness), keterbukaan (oppenes), hirraki berfikir yang saling mempengaruhi (interrelated hierarchy), berpikir keagamaan yang melibatkan berbagai dimensi (multidimensionality) dan kebermaksudan (purposefulness). Keenam fitur tersebut sangat saling erat berkaitannya, saling menembus (semipermeable) dan berhubungan satu dan lainnya, sehingga membentuk keutuhan sistem berpikir. Namun, satu dimensi (fitur) yang menjangkau semua fitur yang lain dan merepresentasikan inti metodelogi analisis sistem adalah fitur ‘kebermaksudan’ (maqashid).
Namun pertanyaannya, bagaimana sebenarnya teori Hukum Islam Kontemporer Ala Jasser Auda? Bagaimana implikasi maqashid Syari’ah analisis sistem sebagai metode istnbathul al-ahkam? Pertanyaan-pertanyaan permasalahan ini akan coba dijawab dalam paper singkat yang disertai dengan pengaplikasian metode dalam contoh istinbath hukum.
Dalam kaitan ini di bawah ini dijelaskan pembacaan kritis terhadap maqashid syari’ah dengan menggunakan analisis filsafat sistem.